Happy Reading Starbucks Strawberries & Crème Frappuccino

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 11 Mei 2020

PENGALAMAN MENGGUNAKAN INTERNET

PENGALAMAN PRIBADI MEMANFAATKAN DAN MENGGUNAKAN INTERNET
 

Animated Internet Safety Clipart

 
    Perkembangan dunia teknologi semakin meningkat dari masa ke masa, mulai dari penemuan mesin untuk membantu manusia meringankan pekerjaannya sampai media komunikasi demi memudahkan seseorang melakukan komunikasi kepada antar manusia apabila dalam jarak jauh. Pada era milenial ini banyaknya teknologi yang diluncurkan demi memudahkan manusia dalam segala bentuk apapun yakni Internet. Internet merupakan sebuah jaringan yang menghubungkan komputer satu sama lain yang menggunakan standar sistem global Transmission Control Protocol atau Internet Protocol Suite (TCP/IP) sebagai salah satu akses untuk seseorang melakukan komunikasi, media edukasi, mencari informasi dan sebagainya. Internet tidak memiliki wujud pasti dalam dunia nyata, karena internet diciptakan berupa jaringan yang menghubungkan ke dalam media massa didalam komputer atau gawai untuk mengakses aplikasi atau media massa lainnya.
    Pada sebagaian negara internet disediakan secara percuma, hal ini disediakan untuk memudahkan masyarakatnya tetap berhubungan dengan seseorang selain itu untuk melakukan hal apapun tanpa adanya batasan. Internet disajikan dengan beberapa media seperti wifi dan internet provider, keduanya memiliki kuantitas yang berbeda untuk mengakses internet. Hal ini dilihat dari penyesuaian pengguna serta wilayah yang digunakan. Wifi dapat dipasang dan digunakan pada wilayah yang ditentukan saja, biasanya kuantitas yang disediakan wifi tak terbatas hanya saja kecepatan yang diberikan serta kapasitas penggunanya. Kemudian apabila provider memiliki keterbatasan kuantitas yang diberikan oleh masing-masing provider, hal ini disebut dengan kuota. Kuota ini disediakan oleh berbagai perusahaan provider dengan berbagai pilihan dengan harga yang berbeda pula. Maka semakin banyak kuantitas kuota, maka semakin mahal pula harganya yang ditawarkan. Beberapa tempat di Indonesia juga menyediakan layanan internet gratis seperti di stasiun, terminal kota, gedung sekolahan atau kampus, serta beberapa kawasan tempat makan atau hiburan lainnya. Penggunaannya cukup mudah dengan mengikuti anjuran yang disarankan atau menggunakan kata sandi tertentu untuk mengaksesnya. Tetapi tidak semua orang dapat mengaksesnya, seperti di perpustakaan nasional, gedung sekolah dan universitas hanya mereka yang memiliki anggota atau menjadi salah satu bagian dari mereka yang dapat mengaksesnya.
    Internet menjadi suatu kebutuhan seseorang, karena dengan internet manusia menjadi lebih mudah mengatasi masalah atau pekerjaan yang sedang dilakukannya. Berdasarkan pengalaman pribadi dalam penggunaan internet memberikan kemudahan bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhan tanpa harus pergi langsung ketempat, mengeluarkan banyak biaya, mengeluarkan tenaga banyak demi mendapatkan keinginan. Penggunaan internet sudah mendunia yang mengakibatkan seseorang menjadi ketergantungan oleh penggunaan internet. Internet membantu pekerjaan manusia mulai dari sektor perekonomian, komunikasi, informasi, pendidikan dan social networking.  
    Penggunaan internet sangat mudah saat ini, hanya bermodal komputer atau gawai, jaringan, kuota/wifi, dan aplikasi pendukung seperti Google seseorang dapat mengakses dunia internet yang luas. Seperti halnya dalam ekonomi, komunikasi, informasi, pendidikan dan social networking. Contoh pengalaman menggunakan internet sektor ekonomi dapat memudahkan pekerjaan manusia, salah satunya saya dapat melakukan pembelian barang menggunakan internet tanpa harus pergi keluar rumah. Hanya melalui aplikasi atau situs belanja daring, seseorang bisa langsung memilih apa yang dibutuhkannya dengan sentuhan. Pada aplikasi tersebut ditampilkan gambar pilihan yang dicari oleh seseorang tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu dalam sektor ekonomi, internet memudahkan seseorang dalam melakukan transaksi untuk membayar, membeli, mengirim uang dan sebagainya.




 (Gambar 1.1 Shopee salah satu aplikasi belanja daring dan OVO salah satu aplikasi penyimpanan uang digital)

    Kemudian internet memudahkan seseorang dalam sektor komunikasi, dimana seseorang dapat melakukan komunikasi melalui pesan digital, telfon serta seseorang dapat melakukan panggilan telfon berupa video atau video call. Internet memudahkan seseorang selalu berhubungan dengan siapapun dan kapanpun tanpa adanya batasan. Selain itu seseorang dapat melakukan pengiriman dokumen, video dan gambar berupa digital dengan mudah. Hanya dengan mengunduh dan mengunggah file yang dikirim atau diterima.



                 (Gambar 1.2 Video call salah satu panggilan video, Line salah satu aplikasi pesan digital, Gmail salah satu media pengirim dokumen)

    Biasanya pemerolehan informasi didapatkan melalui media televisi atau koran demi mengetahui informasi perkembangan dunia. Namun setelah internet dimunculkan pemerolehan informasi tidak hanya melalui televisi saja, melalui gawai atau komputer sudah bisa menonton berita dan membaca koran digital dari berbagai portal berita digital. Hal ini memudahkan seseorang dalam mendapatkan informasi mulai dari perkembangan dunia, bencana alam, sampai informasi mengenai lowongan pekerjaan.





(Gambar 1.3 Kompas.com salah satu media portal berita digital)

    Pendidikan biasanya diperoleh dari sekolah dengan melakukan sistem kegiatan belajar mengajar melalui tatap muka. Internet memberikan kemudahan pada sektor edukasi, agar seseorang dalam mendapatkan ilmu pendidikan diluar dari sekolah, mulai dari situs media pembelajaran, blog atau situs perorangan yang memberikan pengetahuan-pengetahuan mengenai berbagai macam bidang pengetahuan, serta media diskusi untuk melakukan sistem pembelajaran melalui forum online.



 
(Gambar 1.4 Google Class Room salah satu media forum pembelajaran antara siswa dengan guru, Ruang guru salag satu media bimbel online)

    Selanjutnya internet memberikan akses kemudahan pada social networking dimana seseorang bebas melakukan ekspresi dengan mengunggah gambar dirinya atau memberikan informasi mengenai apa yang dirinya ketahui. Tak hanya itu melalui media ini, kebanyakkan orang menggunakannya untuk menunjukkan informasi pribadinya agar semua orang dapat mengenali dirinya. Kemudahan tersebut membuat seseorang lebih banyak dikenal orang lain dan memiliki banyak teman dari berbagai macam negara, daerah, suku, keyakinan serta dengan lawan jenis.





(Gambar 1.5 Instagram, Twitter, Facebook salah satu media social networking)

    Berdasarkan hal tersebut internet memudahkan seseorang dalam melakukan kegiatannya mulai dari perekonomian sampai bersosialisasi dengan berteman melalui media sosial. Internet memiliki nilai positif dalam membantu meringankan beberapa sektor kebutuhan manusia. Namun internet tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya hubungan peran sosial individu dalam penggunaan dan pemanfaatan internet. Mengapa demikian, karena baik atau buruknya suatu pengelolaan internet mulai dari penyampaian informasi, melakukan komunikasi, pertemanan melalui media massa dan sebagainya tergantung pada peran sosial individu tersebut. Peran sosial sangat penting dalam penggunaan internet, penggunaan yang positif apabila penggunaan sesuai dengan prosedur yang dilakukan oleh pengguna. Misalnya media Instagram difungsikan sebagai media penampung ekspresi seseorang untuk melakukan pengunggahan foto maupun video menyimpan kenangan seseorang yang dapat dilihat tanpa adanya pengurangan kualitas gambar setiap tahunnya. Selain itu Intagram dapat dijadikan media mata pencaharian dengan apa yang diberikan oleh seseorang tersebut agar menghasilkan uang dan memberikan simbiosis mutualisme bagi para pengikutnya. Namun apabila penggunaan aplikasi Intagram sebagai bentuk provokasi, menyebarkan gambar tidak senonoh, serta sebagai media yang melakukan transaksi gelap seperti jual beli seseorang dan sebagainya.
    Kejahatan internet atau cyber bulying terjadi karena adanya penggunaan internet yang menyimpang. Hal ini akan berdapak pada kesehatan mental korban kejahatan tersebut, banyak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan internet sebagai media penyimpangan sosial. Maka pentingnya peran sosial sebagaimana seseorang harus menggunakan internet dengan sebagaimana mestinya. Terciptanya Undang-Undang ITE untuk meminimalisir tindakan penyimpangan yang dilakukan atas dasar kesengajaan.
    Maka dari itu bagi seluruh pengguna internet diharapkan melakukan pertanggung jawaban atas apa yang disampaikan demi terciptanya penggunaan internet yang sebagaimana mestinya. Internet memudahkan semua orang untuk melakukan kebutuhan apapun, namun apabila penggunaannya salah maka internet akan menjadi monster bagi sebagian orang.

Rabu, 06 Mei 2020

INTERNET ADDICTION : Faktor Etiologi (Penyebab), Dampak, Contoh Kasus serta Tindakan Preventif serta Intervensi pada Kasus Internet Addiction


 “INTERNET ADDICTION”
Short-term and Long-term Effects of Internet Addiction | Internet ...
Oleh: Salsabila Fristia
NPM: 16518482

Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
Tahun Akademik 2018/2019

Perkembangan teknologi pada saat ini sudah semakin canggih. Hal ini dapat dilihat dari munculnya beberapa alat komunikasi dan teknologi yang memudahkan seseorang dalam melakukan berbagai hal. Salah satu teknologi yang sangat berkembang saat ini adalah teknologi internet. Internet tidak hanya digunakan sebagai alat pengirim data, namun ada berbagai manfaat lain yang dapat diperoleh. Dampak positif lain dari penggunaan internet adalah memperluas jaringan pertemanan melalui jejaring sosial (Andari, 2010). Aplikasi ini membantu menjalin relasi atau hubungan dengan lebih mudah, meskipun dengan jarak yang cukup jauh. Selain itu, informasi mengenai perkembangan di wilayah nasional dan internasional juga dapat diperoleh, serta fakta dan opini yang dibutuhkan untuk menunjang pendidikan dan pekerjaan.
Sekarang lebih dari jutaan manusia di seluruh Indonesia telah menggunakan internet. Internet menjadi suatu kegemaran tersendiri dalam mencari informasi terbaru dan menjalin hubungan dengan orang ain di beda tempat (Dyah, 2009). Hal ini didasarkan pada presentase jumlah pengguna internet dibeberapa negara pada tahun 2012 seperti: China 22,4%, Amerika Serikat 78,1%, India 11,4%, Jepang 79,5%, Jerman 83%, Indonesia 22,1% dan Inggris 83,6% , Kristo (2013). Data terakhir yang di keluarkan APJII (Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia) menyebutkan pengguna internet di Indonesia sebesar 171,17 juta jiwa pada tahun 2018.
Semakin banyaknya jumlah penggunaan internet di Indonesia membawa kepada konsekuensi meningkatnya kecanduan terhadap internet atau yang dikenal dengan istilah internet addiction. Internet addiction adalah pemakaian internet secara berlebihan yang ditandai dengan gejala-gejala klinis kecanduan, seperti keasyikan dengan objek candu, pemakaian yang lebih sering terhadap objek candu, tidak memperdulikan dampak fisik maupun psikologis pemakaian dan sebagainya. Internet Addiction sebagaimana kecanduan obat-obatan, alkohol dan judi akan mengakibatkan kegagalan akademis, menurunkan kinerja, perselisihan dalam perkawinan bahkan perceraian. (Young, 1996b:20). Individu yang dapat dikategorikan kecanduan internet adalah individu yang menghabiskan lebih dari 7 jam dalam satu hari untuk mengakses internet, itu berarti bahwa waktu mengakses internet sama atau bahkan lebih dari jam tidur individu dalam satu hari (Hasanuddin, 2014), Widiana, Retnowati dan Hidayat (2004) juga menyebutkan seorang pecandu internet akan menghabiskan waktu berjam-jam bahkan secara ekstrem berhari-hari berada di depan komputer untuk online.
Beberapa peneliti telah melakukan analisis untuk mengetahui berbagai macam penyebab seseorang mengalami kecanduan internet. Menurut Sheperd dan Edelmaan (Razieh, Ali, Zaman, & Narjesskhatoon, 2012) penderita kecemasan sosial juga memiliki waktu yang lebih mudah untuk berkomunikasi melalui internet terutama chatting, karena mereka tidak memiliki keterampilan sosial untuk berinteraksi dengan lingkungannya di dunia nyata. Namun, melalui aktivitas online, mereka tidak perlu melakukan tatap muka secara langsung, sehingga lebih nyaman berkomunikasi dengan teman-teman di dunia maya. Penderita mencoba mengatasi kecemasan yang dimilikinya dengan melarikan diri dan mencoba mengganti pikiran dengan hiburan yang ada di internet. Hal inilah yang kemudian membuat aktivitas chatting menjadi menyenangkan.
Faktor yang menyebabkan kecanduan internet lainnya adalah adaptasi sosial yang buruk. Mustafa KOC (2011) melakukan sebuah penelitian dengan menggunakan mahasiswa Turki sebagai subjek penelitian. Mahasiswa Turki memiliki kemampuan adaptasi sosial yang kurang. Kurangnya adaptasi sosial ini disebabkan kehidupan mereka yang jauh dari orang tua. Hal ini menuntut mereka untuk memiliki kemampuan adaptasi sosial yang lebih baik sehingga memudahkan untuk berinterkasi dengan lingkungan sekitar. Namun, adaptasi sosial yang buruk membuat pengguna internet mudah mengalami kecanduan. Selain itu, beberapa faktor lain yang menyebabkan kecanduan internet lainnya (Widiana, Retnowati, & Hidayat, 2004) adalah interaksi antara pengguna internet, ketersediaan fasilitas, kurangnya pengawasan, motivasi pengguna internet dan kurangnya kemampuan dalam mengontrol perilaku.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecanduan internet menurut Montag dan Reuter (2015), yaitu:
a. Faktor Sosial : Kesulitan dalam melakukan komunikasi interpersonal atau individu yang mengalami permasalahan sosial dapat menyebabkan penggunaan internet yang berlebihan. Hal tersebut disebabkan individu merasa kesulitan dalam melakukan komunikasi dalam situasi face to face, sehingga individu akan lebih memilih menggunakan internet untuk melakukan komunikasi karena dianggap lebih aman dan lebih mudah daripada dilakukan secara face to face. Rendahnya kemampuan komunikasi dapat juga menyebabkan rendahnya harga diri, mengisolasi diri menyebabkan permasalahan dalam hidup seperti kecanduan terhadap internet (Reuter, 2015).
b. Faktor Psikologis:  Kecanduan internet dapat disebabkan karena individu mengalami permasalahan psikologis seperti depresi, kecemasan, obsesive compulsive disorder (OCD), penyalahgunaan obat-obat terlarang dan beberapa sindroma yang berkaitan dengan gangguan psikologis. Gangguan tersebut memicu individu untuk melarikan diri dari masalah, menerima hiburan menjadi rasa senang dari penggunaan internet. Pelarian diri ini menyebabkan individu terdorong untuk lebih sering menggunakan internet sebagai pelampiasan dan akan menyebabkan kecanduan (Reuter, 2015).
c. Faktor Biologis : Penelitian yang dilakukan oleh Montag & Reuter (2015) dengan menggunakan functional magnetic resonance image (fMRI) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fungsi otak antara individu yang mengalami kecanduan internet dengan yang tidak. Individu yang mengalami kecanduan internet menunjukkan bahwa dalam memproses informasi jauh lebih lambat, kesulitan dalam mengontrol dirinya dan memiliki kecenderungan kepribadian depresif.
Selain faktor-faktor yang dikemukakan oleh Montag dan Reuter (2015) dan para peneliti lainnya,  terdapat faktor lain yang menjadi penyebab atau mempengaruhi kecanduan internet (Internet Addiction) yang dikemukakan oleh  Young (2010), sebagai berikut :
a. Gender, Gender mempengaruhi jenis aplikasi yang digunakan dan penyebab individu tersebut mengalami kecanduan internet. Laki-laki lebih sering mengalami kecanduan terhadap game online, situs porno, dan perjudian online, sedangkan perempuan lebih sering mengalami kecanduan terhadap chatting dan berbelanja secara online.
b. Kondisi psikologis, Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 50% individu yang mengalami kecanduan internet juga mengalami kecanduan pada hal lain seperti obat-obatan terlarang, alkohol, rokok dan seks. Kecanduan internet juga timbul akibat masalah-masalah emosional seperti depresi dan gangguan kecemasan dan sering menggunakan dunia fantasi di internet sebagai pengalihan secara psikologis terhadap perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan atau situasi yang menimbulkan stress. Berdasarkan hasil survei ini juga diperoleh bahwa 75% individu yang mengalami kecanduan internet disebabkan adanya masalah dalam hubungannya dengan orang lain, kemudian individu tersebut mulai menggunakan aplikasi-aplikasi online yang bersifat interaktif seperti chat room dan game online sebagai cara untuk membentuk hubungan baru dan lebih percaya diri dalam berhubungan dengan orang lain melalui internet.
c. Kondisi sosial ekonomi, Individu yang telah bekerja memiliki kemungkinan lebih besar mengalami kecanduan internet dibandingkan dengan individu yang belum bekerja. Hal ini didukung bahwa individu yang telah bekerja memiliki fasilitas internet di kantornya dan juga memiliki sejumlah gaji yang memungkinkan individu tersebut memiliki fasilitas komputer dan internet juga dirumahnya.
 d. Tujuan dan waktu penggunaan internet, Tujuan menggunakan internet akan menentukan sejauhmana individu tersebut akan mengalami kecanduan internet, terutama dikaitkan terhadap banyaknya waktu yang dihabiskannya sendirian di depan komputer. Individu yang menggunakan internet untuk tujuan pendidikan, misalnya pada pelajar dan mahasiswa akan lebih banyak menghabiskan waktunya menggunakan internet. Umumnya, individu yang menggunakan internet untuk tujuan pendidikan mengalami kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami kecanduan internet. Hal ini diakibatkan tujuan penggunaan internet bukan digunakan sebagai upaya untuk mengatasi atau melarikan diri dari masalah- masalah yang dihadapinya di kehidupan nyata atau sekedar hiburan.
Penggunaan Internet yang berkepanjangan dan berlebihan akan berdampak pada penggunanya. Young dan Rodgers (1998) mengemukakan dampak negatif dari internet membuat seseorang menjadi malas untuk berkomunikasi di dunia nyata karena merasa lebih menyenangkan untuk berkomunikasi dengan teman online sehingga mengakibatkan kurangnya rasa empati terhadap lingkungan sekitar. Penderita mencoba mengatasi kecemasan yang dimilikinya dengan melarikan diri dari dunia nyata ke dunia maya akibatnya ketika harus berkomunikasi dengan orang lain di dunia nyata suasana menjadi kaku sehingga kemungkinan untuk menjalin kerja sama pun menjadi semakin kecil. Penggunaan internet mungkin bermanfaat ketika berada dalam tingkat yang normal, namun penggunaan internet tingkat tinggi dapat mengganggu kehidupan sehari-hari seperti penurunan psikososial, hubungan dan mengabaikan tanggung jawab akademik dan pekerjaan (Koc, 2011).
Penggunaan internet secara ekstrim juga dapat menurunkan kesehatan mental (Hasanzadeh, Beydokhti dan Zadeh, 2012). Para peneliti menemukan bahwa seseorang mengalami penggunaan ekstrim dan patologis dari internet dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki pengalaman seperti itu menunjukkan lebih banyak masalah patologi dan mental. Bahkan, ada hubungan antara peningkatan kerja dengan pengalaman internet dan penurunan tingkat kesehatan mental. Para peneliti memahami bahwa seseorang dengan kecanduan internet menderita kerentanan yang tinggi dan kesehatan yang rendah. Hal ini disebabkan karena kecanduan internet menyebabkan masalah interpersonal, keluarga, persahabatan, dan ketidak-pedulian hubungan sosial.
            Lebih jelasnya, dampak internet addiction dapat diklarifikasikan menjadi lima kategori, yaitu akademik, hubungan interpersonal, finansial, pekerjaan, dan fisik (Young, 1996) : a) Akademik, pelajar menjadi sulit untuk menyelesaikan tugas, belajar untuk menghadapi ujian, dan kurang tidur akibat penggunaan internet yang berlebihan di malam hari. Selain itu, penggunaan internet berlebihan pada pelajar menyebabkan menurunnya prestasi bahkan dikeluarkan dari sekolah. b) Hubungan interpersonal seperti pemikiran, hubungan orang tua dengan anak, dan hubungan yang sangat dekat juga dapat terganggu akibat penggunaan internet berlebihan. Seseorang dengan internet addiction secara bertahap akan mengurangi untuk bersosialisasi di dunia nyata. Pada ibu rumah tangga dijumpai kelalaian dalam menjaga anaknya.  c) Finansial, masalah finansial dijumpai akibat biaya penggunaan internet yang berlebihan tetapi sekarang dengan adanya penurunan taraf online menyebabkan pengguna dapat bebas menggunakan internet tanpa harus memikirkan biaya yang dikeluarkan. d) Pekerjaan, pekerja cenderung menggunakan jasa internet perusahaan untuk mengakses kebutuhan pribadi pada saat jam kerja. Hal ini menyebabkan para pekerja tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. e) Fisik, pengguna internet cenderung menjadi kurang tidur sehingga menyebabkan keletihan yang berlebihan dan menurunkan imun pengguna internet. Penggunaan internet berlebihan juga meningkatkan risiko terjadinya keletihan mata, nyeri pinggang, dan carpal tunnel syndrome.
            Kecanduan internet atau internet addiction dipicu oleh beberapa jenis fasilitas yang ada di internet. Menurut Davis (2001),  Beberapa fasilitas tersebut antara lain onlinesex, online games, online casino (perjudian), online stock trading (bursa efek), dan online auctions (lelang). Young (1996), membagi kecanduan internet  ke dalam lima kategori, yaitu: a. Cybersexual addiction, yaitu seseorang yang melakukan penelusuran dalam situssitus porno atau cybersex secara kompulsif b. Cyberrelationship addiction, yaitu seseorang yang hanyut dalam pertemanan melalui dunia cyber. c. Net compulsion, yaitu seseorang yang terobsesi pada situssitus perdagangan (cyber shopping atau day trading) atau perjudian (cyber casino). d. Information overload, yaitu seseorang yang menelusuri situssitus informasi secara kompulsif. e. Computer addiction, yaitu seseorang yang terobsesi pada permainanpermainan online (online games) seperti misalnya Doom, Myst, Counter Strike, Ragnarok dan lain sebagainya.
            Kasus  internet addiction yang akan saya angkat adalah computer addiction, dimana seseorang memiliki kecanduan pada game. Di Beijing - Gamer di China sepertinya cukup banyak yang benar-benar kecanduan. Setelah kejadian gamer wanita di sana mengalami kebutaan, kini terjadi lagi peristiwa serupa. Seorang pemuda harus mengalami stroke dan kelumpuhan lantaran bermain game tiga hari non stop! Kejadian tersebut menimpa mahasiswa berusia 21 tahun bernama Xiao Xie asal Changsha, China. Di usia mudanya tersebut, ia sudah harus mengalami penyakit serius. Seperti dikutip detik INET dari Worldof Buzz Rabu (11/10/2017), diceritakan Xie bersama teman-temannya membuat kesepakatan main game secara maraton di sebuah warnet selama 72 jam. Selama itu, mereka sama sekali tidak meninggalkan warnet tersebut. Setelah masuk tiga hari, Xie mendadak menjadi pendiam dan mulai muntah-muntah. Dia akhirnya pingsan di depan komputer dan langsung dibawa ke rumah sakit oleh teman-temannya. Di rumah sakit, Xie tetap pingsan dengan kondisi bagian tubuh kanan lumpuh. Dari kejadian ini, dokter mengatakan stroke tidak hanya menyerang orang tua. Dengan berjam-jam duduk dan kurang makan serta konsumsi air, bisa juga menimbulkan penyakit berbahaya itu.  Dokter juga mengatakan bahwa menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer, berarti mereka tidak punya waktu untuk menikmati aktivitas di luar ruangan, dimana aktivitas yang dilakukan di luar ruangan  sangat penting untuk sirkulasi darah.
            Kasus kecanduan game online tersebut terjadi pada remaja. Remaja dianggap lebih sering dan lebih rentan terhadap kecanduan game online daripada orang dewasa. Masa remaja yang berada pada periode ketidakstabilan, cenderung lebih mudah terjerumus terhadap percobaan hal-hal baru (Jordan & Andersen, 2016). Masa remaja juga lekat dengan stereotype periode bermasalah (Hurlock, 2010), yang memungkinkan percobaan terhadap hal baru tersebut berisiko menjadi perilaku bermasalah. Akibatnya, remaja yang kecanduan game online cenderung kurang tertarik terhadap kegiatan lain, merasa gelisah saat tidak dapat bermain game online (Jannah, Mudjiran, & Nirwana, 2015). Kecanduan game online dapat memberikan dampak negatif atau bahaya bagi remaja yang mengalaminya. dalam contoh kasus diatas dampak yang muncul akibat kecanduan game online adalah dalam aspek kesehatan. Kecanduan game online mengakibatkan kesehatan remaja menurun. Remaja yang kecanduan game online memiliki daya tahan tubuh yang lemah akibat kurangnya aktivitas fisik, kurang waktu tidur, dan sering terlambat makan sehingga sangat memungkinkan untuk terjadinya masalah kesehatan lainnya, seperti mengalami stroke ataupun kelumpuhan.
            Adapun upaya pencegahan untuk game online, dengan adanya kegiatan lain yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian remaja dari keterlibatan yang berlebihan pada game online. Salah satunya dengan melakukan hobi atau ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga. Hal ini  dapat membuat remaja tidak terlalu fokus pada game online dan dapat mengurangi tingkat bermain serta pada akhirnya mengurangi tingkat kecanduan game online. Selain itu individu sebagai pemain game online harus aktif dalam memastikan dirinya agar terhindar dari kecanduan game online, misalnya, dengan membaca artikel surat kabar atau menonton berita TV tentang topik tersebut. Selain itu, dibutuhkan juga dorongan dari lingkaran sosial agar upaya ini dapat berjalan dengan baik. Sekolah sebagai sarana pendidikan dapat memberikan bantuan dari upaya tersebut. Sekolah dapat melakukan intervensi dengan mempromosikan perilaku positif sebagai bentuk pencegahan kecanduan game online. Remaja yang masih dalam usia sekolah bisa mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang baik di sekolah. Upaya yang dilakukan sekolah untuk mencegah perilaku kecanduan merupakan upaya yang efektif dan efisien.
            Selain peran sekolah dalam upaya mencegah perilaku kecanduan, orangtua memiliki peran penting dalam pencegahan perilaku kecanduan game online dengan upaya memperhatikan anaknya. Studi yang dilakukan (van Den Eijnden, Spijkerman, Vermulst, van Rooij, & Engels, 2010) memberikan bukti bahwa komunikasi orang tua tentang penggunaan internet merupakan cara yang efektif untuk mencegah kecanduan internet. Hal ini bisa menjadi indikasi bagaimana perlunya jalinan komunikasi yang baik antara orang tua dan anaknya. selain itu, Orang tua harus berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam memberikan akses terhadap berbagai produk teknologi. Para orang tua harus lebih mengawasi anak-anaknya dalam bermain game online karena bisa berpotensi membuat anak-anak menjadi kecanduan bermain game online. Pemantauan orang tua dapat dilakukan dengan menjalin komunikasi yang baik dengan anak, menempatkan berbagai produk teknologi di tempat yang mudah diamati, mengetahui keberadaan anak, menunjukkan perhatian terhadap kegiatan sekolah anak, dll. Hal tersebut dapat mengurangi waktu anak dalam bermain game online dan mencegah tingkat kecanduan game online yang lebih parah.
Adapun dari kasus diatas, sebaiknya Xie dan para pemain game online lainnya membatasi waktu untuk bermain game online dengan tidak memforsir durasi bermain game. Dengan durasi bermain game cukup  2 – 4 jam sehari. Jika memang sudah waktunya tidur, diusahakan untuk tidur, tidur selama 7-8 jam untuk menghindari resiko kesehatan. Jangan sampai bermain game online hingga berjam-jam bahkan berhari-hari tanpa tidur sama sekali. Jika sudah menentukan jadwal bermain, beritahu teman-teman yang lain. Walaupun pada awalnya teman-teman yang lain mengira kalau Xie kurang asik karena menolak ajakan temannya, namun lama kelamaan mereka akan terbiasa dengan aturan Xie dan tidak memaksakan bermain di waktu tertentu seperti di waktu tidur. Tanamkan mindset bahwa menolak ajakan teman bukan berati kehilangan waktu main dengan mereka untuk selamanya. Selain itu, jika bermain game membuat Xie dan pemain game online lainnya merasakan pusing, atau gejala-gejala tubuh yang tidak mengenakan seperti pegal, capek, lemas dan sebagainya diharapkan untuk berhenti. Pada intinya kita harus mengetahui batasan ketahanan tubuh terhadap reaksi bermain game. Sayangi tubuh kita, jangan karena game hingga melupakan kebutuhan dasar kita sebagai manusia, yaitu minum yang cukup serta makan makanan bergizi. Serta jangan lupa melakukan aktivitas lain yang lebih bermanfaat dibandingkan bermain game online berjam-jam. Xie dan para pemain game online lainnya dapat mengembangkan potensi diri yang ada diwaktu-waktu luang, seperti melakukan hobi, dan belajar suatu hal yang baru.
Perkembangan teknologi pada era digital ini tidak dapat dipungkiri sangat pesat adanya. Salah satu produk perkembangan teknologi yang saat tak dapat dipisahkan dari kehidupan modern ini adalah internet. Semestinya fasilitas-fasilitas yang ada di internet dimanfaatkan untuk hiburan tetapi yang terjadi internet dimainkan secara berlebihan, digunakan sebagai tempat untuk melarikan diri dari realitas kehidupan sehingga yang terjadi adalah kecanduan internet, salah satunya kecanduan game online sebagai bentuk dari fasilitas yang ada di internet. Hal ini akan berakibat buruk terhadap berbagai aspek kehidupan. Untuk itu, internet sebagai bentuk dari perkembangan teknologi perlu disikapi dengan bijak supaya tidak berdampak buruk.


Sumber Rujukan :
Andari, S. (2010). Ketertarikan Remaja terhadap Jejaring Sosial melalui Internet. Media Info: Litkersos, 34(2), 113-123
Davis, R. A. 2001. What Is Internet Addiction? http://www.victoriapoint.conv/ internetaddiction/internet addiction.htm
Dyah, R. (2009). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecanduan Internet Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Skripsi Tidak Dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
Hasanuddin. (2014). alvara-strategic.com. di ambil dari http://alvara-strategic.com
Hurlock, E. B. (2010). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (Alih Bahasa Istiwidayanti) (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.
Jannah, N., Mudjiran, M., & Nirwana, H. (2015). Hubungan kecanduan game dengan motivasi belajar siswa dan implikasinya terhadap Bimbingan dan Konseling. Konselor, 4(4), 200–207. doi: 10.24036/02015446473-0-00
Jordan, C. J., & Andersen, S. L. (2016). Sensitive periods of substance abuse: Early risk for the transition to dependence. Developmental Cognitive Neuroscience, 25(10), 29–44. doi: 10.1016/j.dcn.2016.10.004
Kristo, F, Yuroi. (2013). Di ambil dari http://inet.detik.com
Van Den Eijnden, R. J. J. M., Spijkerman, R., Vermulst, A. A., van Rooij, T. J., & Engels, R. C. M. E. (2010). Compulsive internet use among adolescents: Bidirectional parent-child relationships. Journal of Abnormal Child Psychology, 38(1), 77–89. doi: 10.1007/s10802- 009-9347-8
Widiana, H. S., Retnowati, S., & Hidayat, R. (2004). Kontrol Diri Dan Kecenderungan Kecanduan Internet. Humanitas: Indonesian Psychologycal Journal , 01(01), 6-16.
Young, K. S. (2010). Internet addivtion: a handbook and guide to evaluation and treatment. Canada: John Wiley & Sons, Inc
Young, K. S. (1999). Internet Addiction: Symptoms, Evaluation, and Treatment. Innovations in Clinical Practice. Vol. 17. Sarasota, Florida: Professional Resource Press.
Young, K.S. (1996). Internet addiction: the emergence of a newclinical disorder.Paper presented at the 104th annual meeting of the American Psychological Association, August 11, 1996. Toronto. http:// netaddiction.com/
Young and Robert. 1988. The Relationship Between Depression and Internet Addiction. Paper published in Cyber Psychology & Behavior




Sabtu, 02 Mei 2020

ANALISIS KASUS MENGENAI ETIKA MENGGUNAKAN INTERNET


ANALISIS KASUS MENGENAI  ETIKA MENGGUNAKAN INTERNET
Studi tentang Cyberbullying di Kalangan Remaja
3 Ways Platforms are Tackling Cyberbullying

Oleh: Salsabila Fristia
NPM: 16518482

Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
Tahun Akademik 2018/2019


Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat membuat individu lebih mudah untuk mengakses berbagai fitur untuk mempermudah proses komunikasi. Bahkan saat ini berbagai aplikasi jejaring sosial dapat diakses dengan sangat mudah dan murah. Asalkan memiliki akses teknologi dengan internet. Mengakses internet sudah menjadi rutinitas di masyarakat. Menurut Ramadhan (2005), Internet merupakan sebuah sistem komunikasi yang mampu menghubungkan jaringan-jaringan komputer di seluruh dunia. Beberapa bentuk jaringan yang berbeda dapat bertukar informasi melalui perangkat yang disebut protokol TCP/IP.
Munculnya internet merupakan salah satu penemuan yang berharga, karena dengan menggunakan internet seseorang bisa mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan, dan dapat berkomunikasi dengan siapapun walaupun berjarak jauh. Seiring berjalannya waktu, akses internet menjadi semakin mudah. Melalui layanan-layanan yang ada di internet seperti jejaring sosial dapat menghubungkan individu dengan orang lain, sehingga dapat berinteraksi dengan tidak harus bertemu langsung maupun bertatap muka secara langsung. Sehingga individu dapat berkomunikasi dan bergaul secara bebas dengan orang lain.
Seperti halnya berkomunikasi secara langsung yang memiliki norma atau ada etika. Berkomunikasi dengan internet melalui jejaring sosial juga ada aturannya dengan memperhatikan norma yang berlaku di sosial. Seperti menjaga perilaku agar tidak melukai pihak manapun, karena pada dasarnya semua manusia mempunyai perasaan. Jika pengguna jejaring sosial kurang bijak, maka terjadi dampak negatif bagi penggunanya. Dampak negatif dari orang-orang yang kurang bijak dalam menggunakan internet salah satunya adalah terjadinya Cyberbullying. Kenyataan yang terjadi dilapangan banyak para remaja yang terlibat kasus Cyberbullying, baik sebagai pelaku maupun korban.
Hal ini diperkuat dengan terjadinya fenomena kejahatan yang dialami oleh gadis umur 15 tahun di Kanada bernama Amanda Michelle Todd yang melakukan bunuh diri akibat cyberbullying. Singkat cerita, Amanda merupakan seorang pelajar yang memiliki hobi menyanyi sejak kecil, sampai akhirnya ia menemukan sebuah situs di internet yang dapat melakukan live melalui webcam. Amanda menjadi tertarik untuk menunjukan bakat menyanyinya di situs tersebut. Awalnya Amanda hanya menyanyi, sampai akhirnya ada seorang pria dewasa yang menjadi penggemar beratnya Amanda, dan meminta ia menari lebih banyak. Karena Amanda mendapatkan banyak pujian mengenai suara dan tariannya, Amanda menjadi terlena hingga ia mau menunjukkan dadanya tanpa penutup kepada pria tersebut. Suatu hari, pria tersebut menggunggah foto Amanda di sebuah situs porno, hingga akhirnya foto kontroversial dan data dirinya telah tersebar online. Hal ini lah yang menyebabkan Amanda menjadi korban cyberbullying. Ejekan dari teman-temannya terus-menerus dilakukan lewat jejaring sosial, sehingga gadis tersebut memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Cyberbullying merupakan salah satu bentuk dari bullying. Kesamaan antara bullying dan cyberbullying yaitu keduanya dapat menyebabkan penderitaan bagi para korban, keduanya berawal dari kurangnya pengawasan orang tua (Cassidy, Faucher, & Jackson, 2013). Cyberbullying sendiri merupakan pencemaran nama baik dalam bentuk tulisan ataupun gambar, baik berupa foto maupun video melalui internet, smartphone, atau melalui media elektronik lainnya (Kowalski, Limber, & Agatson, 2012). Bentuk dari tindakan cyberbullying ada beberapa macam yaitu menghina, mengunggah foto, bahkan sampai melakukan akses pada akun media sosial orang lain, baik melalui e-mail dan melalui situs web untuk menyebarkan ketidakbenaran agar korban merasa terintimidasi (Rifauddin, 2016).
Remaja rentan terkena dampak cyberbullying karena remaja berada dalam tahap perkembangan peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Tahap perkembangan remaja mengharuskan individu menemukan identitas diri melalui eksplorasi dan penilaian karakteristik psikologis diri sendiri sebagai upaya untuk dapat diterima sebagai bagian dari lingkungan, Sebagian remaja mampu melewati masa peralihan ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami kenakalan remaja mulai dari kenakalan ringan hingga kriminal, termasuk di dalamnya kenakalan-kenakalan berbentuk cyberbullying.
Berdasarkan tahap perkembangan, masa remaja merupakan masa perkembangan transisi, dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang cenderung perubahan kognitif dan sosio-emosional (Santrock,2003). Menurut Santrock (2003), para ahli perkembangan membagi masa remaja menjadi dua kelompok, yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja akhir (late adolescene) terjadi pada usia 15-20 tahun. Pada masa remaja, terjadi perubahan-perubahan pada remaja yaitu perubahan kognitif dan sosio-emosional. Menurut Piaget, perubahan kognitif pada remaja berada pada tahap berpikir formal operational. Pada masa ini muncul proses pemecahan masalah yang dinamakan penalaran hipotetikal deduktif yaitu konsep yang menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, atau memperkirakan cara pemecahan masalah (Santrock, 2003).
Meskipun meningkatnya kemampuan kognitif dan kesadaran dari remaja dapat mempersiapkan mereka untuk dapat mengatasi stress dan fluktuasi emosional secara efektif, banyak remaja tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif. Sebagai akibatnya, mereka rentan untuk mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi emosinya, yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah (Santrock, 2007: 202), dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan masa dimana fluktuasi emosi lebih sering terjadi. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh perubahan hormon, namun lingkungan juga memberikan pengaruh yang cukup besar bagi tindakan yang akan dilakukan oleh remaja, seperti apakah remaja akan melakukan cyberbullying, atau justru menjadi korban cyberbullying.
Selain dari faktor bahwa remaja berada pada masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa sehingga berpotensi menjadi korban ataupun pelaku bullying, interaksi remaja dengan orang tuanya juga diduga memegang peran penting dalam menekankan perilaku cyberbullying. Salah satunya adalah melalui komunikasi yang positif antara orang tua dengan remaja. Kualitas komunikasi orang tua dan remaja seharusnya dapat berjalan maksimal agar remaja mendapat bimbingan dan pendidikan untuk terhindar dari perilaku cyberbullying. Menurut Gunawan (2013), Buruknya kualitas komunikasi orang tua dengan remaja dapat menjadi faktor penyebab penyimpangan perilaku remaja. Hubungan antara orang tua dan anak dapat menentukan tingkat perkembangan emosi anak mulai dari masa kecil hingga masa remaja (Israel, 2009). Keluarga yang memfasilitasi remaja untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang baik terbukti berhubungan positif dengan perkembangan moralnya.
Hasil penelitian Diana & Retnowati (2009) menunjukkan bahwa semakin rendah komunikasi orang tua dengan remaja maka semakin tinggi agresivitas remaja seperti perilaku cyberbullying. Temuan-temuan sebelumnya mengindikasikan bahwa cyberbullying merupakan sebuah fenomena kenakalan yang semakin beresiko terjadi pada remaja karena penggunaan teknologi yang berkembang pesat seperti saat ini. Hasil penelitian sebelumnya telah menemukan dampak negatif dari cyberbullying dan menekankan pentingnya faktor komunikasi antara anak dengan orang tua. Luk et al. (2010) menyebutkan bahwa komunikasi orang tua dan remaja yang kurang optimal akan menyebabkan remaja mudah terpengaruh perilaku menyimpang. Selain itu, Kurangnya komunikasi dengan orangtua membuat remaja rentan menjadi korban cyberbullying karena banyak yang tidak bercerita kepada orangtuanya mengenai apa yang terjadi atas dirinya. Sehingga banyak orangtua yang tidak mengetahui bahwa anak-anak mereka terkena cyberbullying. Hal ini yang menyebabkan cyberbullying sulit diprediksi dan tidak terlihat karena sedikitnya potensi pelaporan, dimana korban enggan untuk mencari pertolongan.
Dalam buku Celebrate Your Wierdness, Ada 6 (enam) kategori umum dari cyberbullying (Herry, 2014 : 8-10), yaitu: a. Flaming ; Tindakan provokasi, mengejek, ataupun penghinaan yang menyinggung orang lain. Flaming bisa berarti mempengaruhi sehingga terjadi perdebatan. b. Online Harassment ; Berulang kali mengirimkan pesan atau meneror pihak lain dengan pesan yang dapat menyakiti melalui media komunikasi online. c. Outing ; Mengirimkan data pribadi seperti foto, video bahkan pesan text korban yang bertujuan untuk mengolok-olok korban. d. Dinegration ; Mengirim pesan tidak benar atau memfitnah secara kejam tentang seseorang kepada orang lain, atau menyebarkan foto atau video secara online. e. Masquerade ; Mengganggu orang lain dengan menggunakan identitas palsu dalam mem-bully. f. Exclusion ; Mengucilkan seseorang dari online group atau forum, seperti ketika salah satu remaja tidak ikut sebuah group chat dikarenakan teman- temannya tidak menyukainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ditemukan dua dari lima remaja yang memiliki kategori perilaku cyberbullying di atas rata-rata remaja lainnya. Penelitian Rahayu (2012) menemukan alasan remaja melakukan cyberbullying dikarenakan iseng saja, dan kejadian ini akan berefek kepada korban yang merasakan. Selain itu, hasil dalam penelitian tersebut juga menyatakan bahwa remaja relatif masih baru mengenal dan belum memahami istilah cyberbullying sehingga sebagian remaja merasa hal itu wajar dilakukan. Perilaku cyberbullying yang paling sering dilakukan oleh remaja dalam penelitian ini adalah mengucilkan seseorang dari kelompoknya secara online, atau yang disebut sebagai exclution.
Dalam aksi cyberbullying ini, setiap remaja memiliki perannya masing-masing yaitu bully, asisten bully, reinfocer, defender, dan outsider. Bully yaitu remaja yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif terlibat bullying. Asisten bully, juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung bergantung atau mengikuti perintah bully. Reinfocer adalah mereka ketika kejadian bully terjadi, ikut menyaksikan, menertawakan korban, memprofokasi bully, mengajak teman lain untuk menonton dan sebagainya. Defender adalah orang-orang yang berusaha membela dan membantu korban, sering kali akhirnya mereka menjadi korban juga. Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun, seolah-olah tidak peduli. (Wiyani, 2012)
Sikap remaja terhadap cyberbullying dapat positif atau negatif. Positif yang dimaksudkan disini adalah pemikiran setuju atau pemikiran yang baik terhadap tindakan cyberbullying dan negatif artinya remaja berpikir bahwa cyberbullying adalah hal yang buruk atau negatif. Hal tersebut sekiranya dapat dipengaruhi oleh tiga aspek sikap, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan bagaimana pengetahuan, pemahaman remaja mengenai cyberbullying. Remaja yang memiliki komponen kognitif yang positif adalah remaja yang memiliki pemahaman bahwa aksi cyberbullying boleh dilakukan kepada orang-orang tertentu yang ingin dijadikan sebagai target. Berbeda dengan remaja yang memiliki kognisi negatif, dirinya memiliki pemahaman serta keyakinan bahwa aksi-aksi cyberbullying dapat memberikan dampak buruk terhadap orang lain.
Komponen afektif merujuk pada perasaan-perasaan subjek terhadap aksi-aksi cyberbullying. Remaja yang memiliki komponen afektif yang positif terhadap aksi cyberbullying akan cenderung memiliki perasaan-perasaan seperti perasaan senang dan puas ketika melihat target menjadi menderita. Sedangkan remaja yang memiliki komponen afektif yang negatif terhadap aksi cyberbullying akan memiliki perasaan-perasaan seperti sedih dan kecewa sehingga cenderung menghindari cyberbullying dan tidak ingin melakukannya pada siapapun, karena ia merasakan bahwa menjadi korban cyberbullying itu sangat menderita. Komponen konatif merupakan kecenderungan tingkah laku remaja terhadap cyberbullying. Remaja yang memiliki komponen konatif yang positif terhadap cyberbullying akan cenderung mendukung melakukan aksi tersebut. Sedangkan remaja yang memiliki komponen konatif yang negatif akan cenderung menolak untuk melakukan cyberbullying.
Perilaku cyberbullying dapat memberikan dampak negatif, antara lain korban mengalami depresi, kecemasan, ketidaknyamanan, prestasi di sekolah menurun, tidak mau bergaul dengan teman-teman sebaya, menghindar dari lingkungan sosial, dan adanya upaya bunuh diri. Cyberbullying yang dialami remaja secara berkepanjangan akan menimbulkan stres berat, melumpuhkan rasa percaya diri sehingga memicunya untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang seperti mencontek, membolos, kabur dari rumah, bahkan sampai minum minuman keras atau menggunakan narkoba. Cyberbullying juga dapat membuat mereka menjadi murung, dilanda rasa khawatir, dan selalu merasa bersalah atau gagal. Sedangkan dampak yang paling menakutkan adalah apabila korban cyberbullying sampai berpikir untuk mengakhiri hidupnya (bunuh diri) oleh karena tidak mampu menghadapi masalah yang tengah dihadapinya.
Menurut Agaston dkk., terdapat beberapa pembahasan mengenai dampak psikologis yang dialami korban, yaitu merasa sedih, merasa terluka, marah, frustrasi, kebingungan, stres, merasa kesusahan, dan kesepian. Dampak lain yang lebih nyata seperti, depresi, rendah diri, ketidakberdayaan, kecemasan sosial, keinginan untuk bunuh diri, ketakutan, merasa lemah dan sendirian, harga diri menjadi rendah, kerenggangan hubungan, masalah emosional dan masalah pertemanan (Cassidy, Faucher, Jackson, 2013). Dampak lainnya yaitu individu kehilangan privasinya, hal ini dikarenakan cyberbullying yang diterima dapat disaksikan oleh publik dari berbagai kalangan atau teman-teman yang mengetahui hal tersebut, individu merasa tidak bebas dalam bermedia sosial atau berinteraksi di dunia maya. Individu juga kehilangan kepercayaan pada orang lain seiring dengan adanya privasi yang hilang, 5 hal tersebut yang mengakibatkan individu menutup dirinya (Wangid, 2016). Sejumlah besar cyberbullying dapat membuat korban mendapatkan konsekuensi berbahaya seperti gejala psikosomatik, perilaku anti sosial bahkan hingga bunuh diri (Chen, Ho, & Lwin, 2016).
Kekerasan cyberbullying pada remaja apabila tidak segera diselesaikan dengan baik dihawatirkan akan muncul perilaku negatif yang berakibat fatal. Maka tindakan-tindakan preventif harus segera dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut. Peran keluarga dan bimbingan orang tua sangat diperlukan misalnya dengan mendampingi anak saat menggunakan alat komunikasi serta membiasakan untuk bersikap terbuka antar masing-masing anggota keluarga agar anak terhindar menjadi korban cyberbullying. serta Komunikasi dengan anak dan orang tua diharapkan dapat menyalurkan nilai-nilai positif sehingga anak dapat terhindar dari berbagai perilaku menyimpang, seperti menjadi pelaku bullying.
Di samping adanya peran orang tua, tindakan preventif akan berjalan dengan baik atas tindakan preventif melalui pendidikan etika. Etika yang perlu diperhatikan dalam menggunakan internet antara lain tidak memposting tulisan, gambar maupun video yang berbau SARA atau menyinggung pihak lain, berkomentar dengan baik tanpa menggunakan kata-kata kasar atau menyakiti perasaan orang lain, berkomunikasi dengan sopan, mampu membedakan obrolan pribadi atau publik, dan menghargai privasi orang lain dengan tidak mengunggah foto atau video yang memalukan bagi orang lain. Selain itu, mentaati undang-undang juga bisa dikatakan sebagai mentaati etika, Sebagai pengguna teknologi informasi sudah sepatutnya memperhatikan etika bermedia sosial dengan mematuhi undang-undang yang berlaku agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti menjadi korban ataupun pelaku cyberbullying.


Sumber Rujukan :
Cassidy, W., Faucher, C., & Jackson, M. (2013). Cyberbullying Among Youth: A Comprehensive Review of Current International Research and its Implications and Application to Policy and Practice. School Psychology International, 34(6), 575–612. https://doi.org/10.1177/0143034313479697
Chen, L., Ho, S. S., & Lwin, M. O. (2016). A meta-analysis of Factors Predicting Cyberbullying Perpetration and Victimization: From the Social Cognitive and Media Effects Approach. New Media and Society, 19(8), 1–20. https://doi.org/10.1177/1461444816634037
Diana, R.R., & Retnowati, S. (2009). Komunikasi remaja-orang tua dan agresivitas pelajar. Jurnal Psikologi, 2(2):1-6.
Gunawan, H. (2013). Jenis pola komunikasi orang tua dengan anak perokok aktif di Desa Jembayan Kecaatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Ilmu Komunikasi 1(3):1-5
Herry, Ilham.2014. (2015). Perilaku Cyberbullying Remaja Pada Situs Jejaring Social. Bandung, Universitas Komputer Indonesia. Hal : 8-10
Israel, D. (2009). Staying in School: Arts Education and New York City High School Graduation Rates. New York, NY: Center for Arts Education.
Kowalski, R. M., Limber, S. P., & Agatson, P. W. (2012). Cyberbullying Bullying in The Digital Age. UK: Blackwell Publishing.
Luk, J.W., Farhat, T., Iannotti, R.J., & Morton, B.G. (2010). Parent-child communication and substance use among adolescents: do father and mother communication play a different role for sons and daughters?. Addictive Behaviors, 35:426-431.
Rahayu, F.S. (2012). Cyberbullying sebagai dampak negative penggunaan teknologi informasi. Jurnal Sistem Informasi. 8(I). 22-29
Ramadhan, Arief. (2005). SQL Server dan Visual Basic 6.0. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Santrock, J.W. (2007). Remaja Edisi 11 Jilid 1. Erlangga : Jakarta
Santrock (2003) John W. Adolescence. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Wangid, M. N. (2016). Cyberbullying: Student’s Behavior in Virtual Worlds. Jurnal of Guidance and Counseling, 6(1), 38–48. https://doi.org/10.24127/gdn.v6i1.412
Wiyani, Novan A. (2012). Save Our Children From School Bullying. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.