“INTERNET ADDICTION”
Oleh: Salsabila Fristia
NPM: 16518482
Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
Tahun Akademik 2018/2019
Perkembangan
teknologi pada saat ini sudah semakin canggih. Hal ini dapat dilihat dari
munculnya beberapa alat komunikasi dan teknologi yang memudahkan seseorang
dalam melakukan berbagai hal. Salah satu teknologi yang sangat berkembang saat
ini adalah teknologi internet. Internet tidak hanya digunakan sebagai alat
pengirim data, namun ada berbagai manfaat lain yang dapat diperoleh. Dampak
positif lain dari penggunaan internet adalah memperluas jaringan pertemanan
melalui jejaring sosial (Andari, 2010). Aplikasi ini membantu menjalin relasi
atau hubungan dengan lebih mudah, meskipun dengan jarak yang cukup jauh. Selain
itu, informasi mengenai perkembangan di wilayah nasional dan internasional juga
dapat diperoleh, serta fakta dan opini yang dibutuhkan untuk menunjang
pendidikan dan pekerjaan.
Sekarang
lebih dari jutaan manusia di seluruh Indonesia telah menggunakan internet. Internet
menjadi suatu kegemaran tersendiri dalam mencari informasi terbaru dan menjalin
hubungan dengan orang ain di beda tempat (Dyah, 2009). Hal ini didasarkan pada
presentase jumlah pengguna internet dibeberapa negara pada tahun 2012 seperti:
China 22,4%, Amerika Serikat 78,1%, India 11,4%, Jepang 79,5%, Jerman 83%, Indonesia
22,1% dan Inggris 83,6% , Kristo (2013). Data terakhir yang di keluarkan APJII (Asosiasi
Pengguna Jasa Internet Indonesia) menyebutkan pengguna internet di Indonesia sebesar
171,17 juta jiwa pada tahun 2018.
Semakin
banyaknya jumlah penggunaan internet di Indonesia membawa kepada konsekuensi
meningkatnya kecanduan terhadap internet atau yang dikenal dengan istilah internet addiction. Internet addiction adalah pemakaian
internet secara berlebihan yang ditandai dengan gejala-gejala klinis kecanduan,
seperti keasyikan dengan objek candu, pemakaian yang lebih sering terhadap
objek candu, tidak memperdulikan dampak fisik maupun psikologis pemakaian dan
sebagainya. Internet Addiction sebagaimana kecanduan obat-obatan, alkohol dan
judi akan mengakibatkan kegagalan akademis, menurunkan kinerja, perselisihan
dalam perkawinan bahkan perceraian. (Young, 1996b:20). Individu yang dapat
dikategorikan kecanduan internet adalah individu yang menghabiskan lebih dari 7
jam dalam satu hari untuk mengakses internet, itu berarti bahwa waktu mengakses
internet sama atau bahkan lebih dari jam tidur individu dalam satu hari
(Hasanuddin, 2014), Widiana, Retnowati dan Hidayat (2004) juga menyebutkan
seorang pecandu internet akan menghabiskan waktu berjam-jam bahkan secara
ekstrem berhari-hari berada di depan komputer untuk online.
Beberapa
peneliti telah melakukan analisis untuk mengetahui berbagai macam penyebab
seseorang mengalami kecanduan internet. Menurut Sheperd dan Edelmaan (Razieh,
Ali, Zaman, & Narjesskhatoon, 2012) penderita kecemasan sosial juga
memiliki waktu yang lebih mudah untuk berkomunikasi melalui internet terutama
chatting, karena mereka tidak memiliki keterampilan sosial untuk berinteraksi
dengan lingkungannya di dunia nyata. Namun, melalui aktivitas online, mereka
tidak perlu melakukan tatap muka secara langsung, sehingga lebih nyaman
berkomunikasi dengan teman-teman di dunia maya. Penderita mencoba mengatasi kecemasan
yang dimilikinya dengan melarikan diri dan mencoba mengganti pikiran dengan
hiburan yang ada di internet. Hal inilah yang kemudian membuat aktivitas
chatting menjadi menyenangkan.
Faktor
yang menyebabkan kecanduan internet lainnya adalah adaptasi sosial yang buruk.
Mustafa KOC (2011) melakukan sebuah penelitian dengan menggunakan mahasiswa
Turki sebagai subjek penelitian. Mahasiswa Turki memiliki kemampuan adaptasi
sosial yang kurang. Kurangnya adaptasi sosial ini disebabkan kehidupan mereka
yang jauh dari orang tua. Hal ini menuntut mereka untuk memiliki kemampuan
adaptasi sosial yang lebih baik sehingga memudahkan untuk berinterkasi dengan
lingkungan sekitar. Namun, adaptasi sosial yang buruk membuat pengguna internet
mudah mengalami kecanduan. Selain itu, beberapa faktor lain yang menyebabkan
kecanduan internet lainnya (Widiana, Retnowati, & Hidayat, 2004) adalah
interaksi antara pengguna internet, ketersediaan fasilitas, kurangnya
pengawasan, motivasi pengguna internet dan kurangnya kemampuan dalam mengontrol
perilaku.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kecanduan internet menurut Montag dan Reuter (2015), yaitu:
a.
Faktor Sosial : Kesulitan dalam melakukan komunikasi interpersonal atau
individu yang mengalami permasalahan sosial dapat menyebabkan penggunaan
internet yang berlebihan. Hal tersebut disebabkan individu merasa kesulitan
dalam melakukan komunikasi dalam situasi
face to face, sehingga individu akan lebih memilih menggunakan internet
untuk melakukan komunikasi karena dianggap lebih aman dan lebih mudah daripada
dilakukan secara face to face.
Rendahnya kemampuan komunikasi dapat juga menyebabkan rendahnya harga diri,
mengisolasi diri menyebabkan permasalahan dalam hidup seperti kecanduan
terhadap internet (Reuter, 2015).
b.
Faktor Psikologis: Kecanduan internet
dapat disebabkan karena individu mengalami permasalahan psikologis seperti
depresi, kecemasan, obsesive compulsive
disorder (OCD), penyalahgunaan obat-obat terlarang dan beberapa sindroma
yang berkaitan dengan gangguan psikologis. Gangguan tersebut memicu individu
untuk melarikan diri dari masalah, menerima hiburan menjadi rasa senang dari
penggunaan internet. Pelarian diri ini menyebabkan individu terdorong untuk
lebih sering menggunakan internet sebagai pelampiasan dan akan menyebabkan
kecanduan (Reuter, 2015).
c.
Faktor Biologis : Penelitian yang dilakukan oleh Montag & Reuter (2015)
dengan menggunakan functional magnetic
resonance image (fMRI) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fungsi otak
antara individu yang mengalami kecanduan internet dengan yang tidak. Individu
yang mengalami kecanduan internet menunjukkan bahwa dalam memproses informasi
jauh lebih lambat, kesulitan dalam mengontrol dirinya dan memiliki
kecenderungan kepribadian depresif.
Selain
faktor-faktor yang dikemukakan oleh Montag dan Reuter (2015) dan para peneliti
lainnya, terdapat faktor lain yang
menjadi penyebab atau mempengaruhi kecanduan internet (Internet Addiction) yang dikemukakan oleh Young (2010), sebagai berikut :
a.
Gender, Gender mempengaruhi jenis aplikasi yang digunakan dan penyebab individu
tersebut mengalami kecanduan internet. Laki-laki lebih sering mengalami
kecanduan terhadap game online, situs porno, dan perjudian online, sedangkan
perempuan lebih sering mengalami kecanduan terhadap chatting dan berbelanja
secara online.
b.
Kondisi psikologis, Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 50%
individu yang mengalami kecanduan internet juga mengalami kecanduan pada hal
lain seperti obat-obatan terlarang, alkohol, rokok dan seks. Kecanduan internet
juga timbul akibat masalah-masalah emosional seperti depresi dan gangguan
kecemasan dan sering menggunakan dunia fantasi di internet sebagai pengalihan
secara psikologis terhadap perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan atau
situasi yang menimbulkan stress. Berdasarkan hasil survei ini juga diperoleh
bahwa 75% individu yang mengalami kecanduan internet disebabkan adanya masalah
dalam hubungannya dengan orang lain, kemudian individu tersebut mulai
menggunakan aplikasi-aplikasi online yang bersifat interaktif seperti chat room
dan game online sebagai cara untuk membentuk hubungan baru dan lebih percaya
diri dalam berhubungan dengan orang lain melalui internet.
c.
Kondisi sosial ekonomi, Individu yang telah bekerja memiliki kemungkinan lebih
besar mengalami kecanduan internet dibandingkan dengan individu yang belum
bekerja. Hal ini didukung bahwa individu yang telah bekerja memiliki fasilitas
internet di kantornya dan juga memiliki sejumlah gaji yang memungkinkan
individu tersebut memiliki fasilitas komputer dan internet juga dirumahnya.
d. Tujuan dan waktu penggunaan internet,
Tujuan menggunakan internet akan menentukan sejauhmana individu tersebut akan
mengalami kecanduan internet, terutama dikaitkan terhadap banyaknya waktu yang
dihabiskannya sendirian di depan komputer. Individu yang menggunakan internet
untuk tujuan pendidikan, misalnya pada pelajar dan mahasiswa akan lebih banyak
menghabiskan waktunya menggunakan internet. Umumnya, individu yang menggunakan
internet untuk tujuan pendidikan mengalami kemungkinan yang lebih kecil untuk
mengalami kecanduan internet. Hal ini diakibatkan tujuan penggunaan internet
bukan digunakan sebagai upaya untuk mengatasi atau melarikan diri dari masalah-
masalah yang dihadapinya di kehidupan nyata atau sekedar hiburan.
Penggunaan
Internet yang berkepanjangan dan berlebihan akan berdampak pada penggunanya. Young
dan Rodgers (1998) mengemukakan dampak negatif dari internet membuat seseorang
menjadi malas untuk berkomunikasi di dunia nyata karena merasa lebih
menyenangkan untuk berkomunikasi dengan teman online sehingga mengakibatkan
kurangnya rasa empati terhadap lingkungan sekitar. Penderita mencoba mengatasi
kecemasan yang dimilikinya dengan melarikan diri dari dunia nyata ke dunia maya
akibatnya ketika harus berkomunikasi dengan orang lain di dunia nyata suasana
menjadi kaku sehingga kemungkinan untuk menjalin kerja sama pun menjadi semakin
kecil. Penggunaan internet mungkin bermanfaat ketika berada dalam tingkat yang
normal, namun penggunaan internet tingkat tinggi dapat mengganggu kehidupan
sehari-hari seperti penurunan psikososial, hubungan dan mengabaikan tanggung
jawab akademik dan pekerjaan (Koc, 2011).
Penggunaan
internet secara ekstrim juga dapat menurunkan kesehatan mental (Hasanzadeh,
Beydokhti dan Zadeh, 2012). Para peneliti menemukan bahwa seseorang mengalami
penggunaan ekstrim dan patologis dari internet dibandingkan dengan mereka yang
tidak memiliki pengalaman seperti itu menunjukkan lebih banyak masalah patologi
dan mental. Bahkan, ada hubungan antara peningkatan kerja dengan pengalaman
internet dan penurunan tingkat kesehatan mental. Para peneliti memahami bahwa
seseorang dengan kecanduan internet menderita kerentanan yang tinggi dan
kesehatan yang rendah. Hal ini disebabkan karena kecanduan internet menyebabkan
masalah interpersonal, keluarga, persahabatan, dan ketidak-pedulian hubungan
sosial.
Lebih jelasnya, dampak internet addiction dapat
diklarifikasikan menjadi lima kategori, yaitu akademik, hubungan interpersonal,
finansial, pekerjaan, dan fisik (Young, 1996) : a) Akademik, pelajar menjadi
sulit untuk menyelesaikan tugas, belajar untuk menghadapi ujian, dan kurang
tidur akibat penggunaan internet yang berlebihan di malam hari. Selain itu,
penggunaan internet berlebihan pada pelajar menyebabkan menurunnya prestasi
bahkan dikeluarkan dari sekolah. b) Hubungan interpersonal seperti pemikiran,
hubungan orang tua dengan anak, dan hubungan yang sangat dekat juga dapat
terganggu akibat penggunaan internet berlebihan. Seseorang dengan internet addiction secara bertahap akan
mengurangi untuk bersosialisasi di dunia nyata. Pada ibu rumah tangga dijumpai
kelalaian dalam menjaga anaknya. c) Finansial, masalah finansial dijumpai akibat biaya penggunaan internet yang berlebihan
tetapi sekarang dengan adanya penurunan taraf online menyebabkan pengguna dapat
bebas menggunakan internet tanpa harus memikirkan biaya yang dikeluarkan. d) Pekerjaan,
pekerja cenderung menggunakan jasa internet perusahaan untuk mengakses
kebutuhan pribadi pada saat jam kerja. Hal ini menyebabkan para pekerja tidak
dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. e) Fisik, pengguna internet cenderung
menjadi kurang tidur sehingga menyebabkan keletihan yang berlebihan dan
menurunkan imun pengguna internet. Penggunaan internet berlebihan juga
meningkatkan risiko terjadinya keletihan mata, nyeri pinggang, dan carpal tunnel syndrome.
Kecanduan internet atau internet addiction dipicu oleh beberapa
jenis fasilitas yang ada di internet. Menurut Davis (2001), Beberapa fasilitas tersebut antara lain
onlinesex, online games, online casino
(perjudian), online stock trading (bursa
efek), dan online auctions (lelang).
Young (1996), membagi kecanduan internet ke dalam lima kategori,
yaitu: a. Cybersexual addiction,
yaitu seseorang yang melakukan penelusuran dalam situs‐situs porno atau cybersex secara kompulsif b. Cyber‐relationship
addiction, yaitu seseorang yang hanyut dalam pertemanan
melalui dunia cyber. c. Net compulsion, yaitu seseorang yang
terobsesi pada situs‐situs
per‐dagangan (cyber shopping atau day trading) atau perjudian (cyber
casino). d. Information overload,
yaitu seseorang yang menelusuri situs‐situs
informasi secara kompulsif. e. Computer
addiction, yaitu seseorang yang terobsesi pada permainan‐permainan online (online games) seperti misalnya Doom, Myst, Counter Strike, Ragnarok dan
lain sebagainya.
Kasus internet
addiction yang akan saya angkat adalah computer
addiction, dimana seseorang memiliki kecanduan pada game. Di Beijing -
Gamer di China sepertinya cukup banyak yang benar-benar kecanduan. Setelah
kejadian gamer wanita di sana mengalami kebutaan, kini terjadi lagi peristiwa
serupa. Seorang pemuda harus mengalami stroke dan kelumpuhan lantaran bermain
game tiga hari non stop! Kejadian tersebut menimpa mahasiswa berusia 21 tahun
bernama Xiao Xie asal Changsha, China. Di usia mudanya tersebut, ia sudah harus
mengalami penyakit serius. Seperti dikutip detik INET dari Worldof Buzz Rabu
(11/10/2017), diceritakan Xie bersama teman-temannya membuat kesepakatan main
game secara maraton di sebuah warnet selama 72 jam. Selama itu, mereka sama
sekali tidak meninggalkan warnet tersebut. Setelah masuk tiga hari, Xie mendadak
menjadi pendiam dan mulai muntah-muntah. Dia akhirnya pingsan di depan komputer
dan langsung dibawa ke rumah sakit oleh teman-temannya. Di rumah sakit, Xie
tetap pingsan dengan kondisi bagian tubuh kanan lumpuh. Dari kejadian ini,
dokter mengatakan stroke tidak hanya menyerang orang tua. Dengan berjam-jam
duduk dan kurang makan serta konsumsi air, bisa juga menimbulkan penyakit
berbahaya itu. Dokter juga mengatakan
bahwa menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer, berarti mereka tidak
punya waktu untuk menikmati aktivitas di luar ruangan, dimana aktivitas yang
dilakukan di luar ruangan sangat penting
untuk sirkulasi darah.
Kasus kecanduan game online tersebut
terjadi pada remaja. Remaja dianggap lebih sering dan lebih rentan terhadap
kecanduan game online daripada orang dewasa. Masa remaja yang berada pada
periode ketidakstabilan, cenderung lebih mudah terjerumus terhadap percobaan
hal-hal baru (Jordan & Andersen, 2016). Masa remaja juga lekat dengan stereotype periode bermasalah (Hurlock,
2010), yang memungkinkan percobaan terhadap hal baru tersebut berisiko menjadi
perilaku bermasalah. Akibatnya, remaja yang kecanduan game online cenderung
kurang tertarik terhadap kegiatan lain, merasa gelisah saat tidak dapat bermain
game online (Jannah, Mudjiran, & Nirwana, 2015). Kecanduan game online
dapat memberikan dampak negatif atau bahaya bagi remaja yang mengalaminya.
dalam contoh kasus diatas dampak yang muncul akibat kecanduan game online
adalah dalam aspek kesehatan. Kecanduan game online mengakibatkan kesehatan
remaja menurun. Remaja yang kecanduan game online memiliki daya tahan tubuh
yang lemah akibat kurangnya aktivitas fisik, kurang waktu tidur, dan sering
terlambat makan sehingga sangat memungkinkan untuk terjadinya masalah kesehatan
lainnya, seperti mengalami stroke ataupun kelumpuhan.
Adapun upaya pencegahan untuk game online, dengan adanya kegiatan lain
yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian remaja dari keterlibatan yang
berlebihan pada game online. Salah
satunya dengan melakukan hobi atau ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler
seperti olahraga. Hal ini dapat membuat
remaja tidak terlalu fokus pada game
online dan dapat mengurangi tingkat bermain serta pada akhirnya mengurangi
tingkat kecanduan game online. Selain
itu individu sebagai pemain game online
harus aktif dalam memastikan dirinya agar terhindar dari kecanduan game online, misalnya, dengan membaca
artikel surat kabar atau menonton berita TV tentang topik tersebut. Selain itu,
dibutuhkan juga dorongan dari lingkaran sosial agar upaya ini dapat berjalan
dengan baik. Sekolah sebagai sarana pendidikan dapat memberikan bantuan dari
upaya tersebut. Sekolah dapat melakukan intervensi dengan mempromosikan
perilaku positif sebagai bentuk pencegahan kecanduan game online. Remaja yang
masih dalam usia sekolah bisa mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang baik
di sekolah. Upaya yang dilakukan sekolah untuk mencegah perilaku kecanduan
merupakan upaya yang efektif dan efisien.
Selain peran sekolah dalam upaya
mencegah perilaku kecanduan, orangtua memiliki peran penting dalam pencegahan
perilaku kecanduan game online dengan
upaya memperhatikan anaknya. Studi yang dilakukan (van Den Eijnden, Spijkerman,
Vermulst, van Rooij, & Engels, 2010) memberikan bukti bahwa komunikasi
orang tua tentang penggunaan internet merupakan cara yang efektif untuk
mencegah kecanduan internet. Hal ini bisa menjadi indikasi bagaimana perlunya
jalinan komunikasi yang baik antara orang tua dan anaknya. selain itu, Orang
tua harus berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam memberikan akses terhadap
berbagai produk teknologi. Para orang tua harus lebih mengawasi anak-anaknya
dalam bermain game online karena bisa
berpotensi membuat anak-anak menjadi kecanduan bermain game online. Pemantauan orang tua dapat dilakukan dengan menjalin
komunikasi yang baik dengan anak, menempatkan berbagai produk teknologi di
tempat yang mudah diamati, mengetahui keberadaan anak, menunjukkan perhatian
terhadap kegiatan sekolah anak, dll. Hal tersebut dapat mengurangi waktu anak
dalam bermain game online dan
mencegah tingkat kecanduan game online
yang lebih parah.
Adapun
dari kasus diatas, sebaiknya Xie dan para pemain game online lainnya membatasi waktu untuk bermain game online dengan tidak memforsir
durasi bermain game. Dengan durasi
bermain game cukup 2 – 4 jam sehari. Jika memang sudah waktunya
tidur, diusahakan untuk tidur, tidur selama 7-8 jam untuk menghindari resiko
kesehatan. Jangan sampai bermain game
online hingga berjam-jam bahkan berhari-hari tanpa tidur sama sekali. Jika
sudah menentukan jadwal bermain, beritahu teman-teman yang lain. Walaupun pada
awalnya teman-teman yang lain mengira kalau Xie kurang asik karena menolak
ajakan temannya, namun lama kelamaan mereka akan terbiasa dengan aturan Xie dan
tidak memaksakan bermain di waktu tertentu seperti di waktu tidur. Tanamkan
mindset bahwa menolak ajakan teman bukan berati kehilangan waktu main dengan
mereka untuk selamanya. Selain itu, jika bermain game membuat Xie dan pemain game online lainnya merasakan pusing,
atau gejala-gejala tubuh yang tidak mengenakan seperti pegal, capek, lemas dan
sebagainya diharapkan untuk berhenti. Pada intinya kita harus mengetahui
batasan ketahanan tubuh terhadap reaksi bermain game. Sayangi tubuh kita,
jangan karena game hingga melupakan kebutuhan dasar kita sebagai manusia, yaitu
minum yang cukup serta makan makanan bergizi. Serta jangan lupa melakukan
aktivitas lain yang lebih bermanfaat dibandingkan bermain game online berjam-jam. Xie dan para pemain game online lainnya dapat mengembangkan potensi diri yang ada
diwaktu-waktu luang, seperti melakukan hobi, dan belajar suatu hal yang baru.
Perkembangan
teknologi pada era digital ini tidak dapat dipungkiri sangat pesat adanya.
Salah satu produk perkembangan teknologi yang saat tak dapat dipisahkan dari
kehidupan modern ini adalah internet. Semestinya fasilitas-fasilitas yang ada
di internet dimanfaatkan untuk hiburan tetapi yang terjadi internet dimainkan
secara berlebihan, digunakan sebagai tempat untuk melarikan diri dari realitas
kehidupan sehingga yang terjadi adalah kecanduan internet, salah satunya
kecanduan game online sebagai bentuk
dari fasilitas yang ada di internet. Hal ini akan berakibat buruk terhadap
berbagai aspek kehidupan. Untuk itu, internet sebagai bentuk dari perkembangan
teknologi perlu disikapi dengan bijak supaya tidak berdampak buruk.
Sumber Rujukan :
Andari,
S. (2010). Ketertarikan Remaja terhadap
Jejaring Sosial melalui Internet. Media Info: Litkersos, 34(2), 113-123
Davis,
R. A. 2001. What Is Internet Addiction?
http://www.victoriapoint.conv/ internetaddiction/internet addiction.htm
Dyah,
R. (2009). Hubungan Antara Kontrol Diri
Dengan Kecanduan Internet Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. (Skripsi
Tidak Dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta
Hasanuddin.
(2014). alvara-strategic.com. di ambil dari http://alvara-strategic.com
Hurlock,
E. B. (2010). Psikologi perkembangan:
Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (Alih Bahasa Istiwidayanti) (Edisi
Kelima). Jakarta: Erlangga.
Jannah,
N., Mudjiran, M., & Nirwana, H. (2015). Hubungan
kecanduan game dengan motivasi belajar siswa dan implikasinya terhadap
Bimbingan dan Konseling. Konselor, 4(4), 200–207. doi:
10.24036/02015446473-0-00
Jordan,
C. J., & Andersen, S. L. (2016). Sensitive
periods of substance abuse: Early risk for the transition to dependence.
Developmental Cognitive Neuroscience, 25(10), 29–44. doi:
10.1016/j.dcn.2016.10.004
Kristo, F,
Yuroi. (2013). Di ambil dari http://inet.detik.com
Van
Den Eijnden, R. J. J. M., Spijkerman, R., Vermulst, A. A., van Rooij, T. J.,
& Engels, R. C. M. E. (2010). Compulsive
internet use among adolescents: Bidirectional parent-child relationships.
Journal of Abnormal Child Psychology, 38(1), 77–89. doi: 10.1007/s10802- 009-9347-8
Widiana,
H. S., Retnowati, S., & Hidayat, R. (2004). Kontrol Diri Dan Kecenderungan Kecanduan
Internet. Humanitas: Indonesian Psychologycal Journal , 01(01), 6-16.
Young,
K. S. (2010). Internet addivtion: a
handbook and guide to evaluation and treatment. Canada: John Wiley &
Sons, Inc
Young,
K. S. (1999). Internet Addiction:
Symptoms, Evaluation, and Treatment. Innovations in Clinical Practice. Vol.
17. Sarasota, Florida: Professional Resource Press.
Young,
K.S. (1996). Internet addiction: the
emergence of a newclinical disorder.Paper presented at the 104th annual meeting
of the American Psychological Association, August 11, 1996. Toronto.
http:// netaddiction.com/
Young
and Robert. 1988. The Relationship
Between Depression and Internet Addiction. Paper published in Cyber
Psychology & Behavior
0 komentar:
Posting Komentar